Radio Australia Siaran Bahasa Indonesia (RASI) menyajikan berita aktual, laporan dan ulasan peristiwa-peristiwa terhangat, serta acara pendidikan, sosial politik, ilmu pengetahuan, hal-ihwal Australia, dan pelajaran Bahasa Inggris.
RASI adalah sumber berita dan informasi yang handal, mandiri, dan terpercaya mengenai Indonesia, Australia, Asia Pasifik dan dunia.
Bila diibaratkan sebuah kapal, RASI adalah kapal kecil berkapasitas terbatas yang tangguh, dengan Nakhoda Nuim Khaiyath, awak RASI dari kiri ke kanan:
belakang: Hidayat Djajamihardja, Istas Patomo dan Nuim Khaiyath
depan: Juni Tampi, Dian Islamiati, Enny Wibowo, Meike Tjoeka dan Oska Leon Setyana.
Sejarah Singkat Radio Australia Siaran Indonesia
Radio Australia untuk pertama kalinya mulai mengudara dari kompleks studio Australian Broadcasting Commission (ABC), Sydney pada tanggal 20 Desember 1939, dengan pidato peresmian disampaikan oleh Perdana Menteri Robert Menzies.
Sedangkan siaran pertama dalam Bahasa Indonesia dimulai pada tanggal 10 Agustus 1942. Betapa sukar dan berbahayanya rakyat Indonesia mendengarkan berita ketika itu, mengingat bahwa daerah Kepulauan Nusantara sudah lima bulan diduduki tentara Jepang.
Namun, melalui siaran Radio Australia, pada kenyataanya cukup banyak yang dapat mengikuti jalannya pertempuran di luar Indonesia, terutama di kawasan Pasifik, sehingga para pendengar dapat mengetahui berbagai perkembangan perang.
Mulai dari gerak maju pasukan sekutu sewaktu memukul mundur pihak Jepang dari berbagai daerah, mendengarkan berita kembalinya Jenderal MacArthur ke Filipina, pendaratan sekutu di Okinawa, penggempuran kota Tokyo dan pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, yang juga sekaligus menjadi babak akhir Perang Pasifik, yang ditandai dengan menyerahnya Jepang.
Dari siaran Radio Australia juga para pendengar mengetahui berbagai peristiwa yang berlangsung di Australia waktu itu, di antaranya kegiatan warga Indonesia di Melbourne, Sydney, Brisbane dan kota-kota lainnya menjelang kemerdekaan Indonesia, termasuk di antaranya soal dukungan kaum buruh pelabuhan Australia terhadap tuntutan kemerdekaan Indonesia dengan jalan memboikot kapal-kapal Belanda, khususnya yang membawa senjata.
Perang beralih ke kawasan Pasifik pada bulan Desember 1941. Sekitar awal tahun 1942 Filipina sudah diduduki Jepang. Sedangkan pada tanggal 8 Maret, tentara Jepang mulai memasuki Indonesia. Siaran dalam Bahasa Jepang dimulai pada bulan Mei 1942,khususnya diarahkan pada satuan-satuan tentara Jepang di Asia Tenggara dan kepulauan Pasifik.
Pemerintah Hindia-Belanda telah mengungsi ke Australia. Kota Melbourne dijadikan pusat kegiatan Pemerintah Hindia-Belanda, dengan dibentuknya Jawatan Penerangan, NIGIS (Netherlands Indies Government Information Service), lengkap dengan bagian-bagian penerangan, pers, serta percetakan dan bagian monitoring, antara lain bagi kepentingan sekutu. Bagian ini berkedudukan di Melbourne dan Broome, Australia Barat.
Pada tahun 1945 Jepang menyerah. Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus,dan NIGIS pun bubar. Dengan resmi pada tanggal 1 Maret 1946 siaran dalam Bahasa Indonesia diambil alih oleh Departemen Penerangan Australia dan menjadi Seksi Indonesia, yang merupakan bagian badan Radio Australia - nama baru untuk Suara Australia.
Dengan tercapainya kemerdekaan Indonesia, makin penting pulalah hubungan Australia dengan negara baru itu sebagai dua bangsa bertetangga yang perlu saling mengenal dan bekerjasama.
Jalan terbaik untuk mewujudkan hal ini adalah melalui sarana yang dapat secara langsung digunakan sebagai salah satu media penerangan tentang segala hal yang terjadi di Australia -baik mengenai kehidupan rakyat Australia maupun perkembangan Negara Kangguru di segala bidang.
Pada tanggal 1 April 1950, Radio Australia diambilalih oleh ABC selaku badan induknya.(resources RASI)
Selengkapnya...